“Mea, bangun. Ini sudah jam setengah enam. Nanti kamu terlambat lho!”
“Hmm” sahut Mea dalam selimutnya yang hangat.
“Eh, nih anak malah tidur lagi!” kata mamanya Mea keki melihat tingkah putri bungsunya masuk lagi ke dalam selimut sehabis salat subuh berjamaah sekeluarga.
“Mey, kamu kan hari ini harus ngeMOSin anak-anak baru di sekolah kamu. Kamu kan udah exciting dari kemarin. Ayo dong, bangun!”
“Iya. Iya, mama!” seru Mea akhirnya terbangun. Dalam hatinya dia mengrutu kenapa sih liburannya nggak di lamain?! Kayak di luar negeri gitu kek! Liburannya sampai dua bulan!
Saat pertama kali membuka matanya yang terlihat dari sudut pandang Mea adalah tembok kamar yang berwarna biru laut. Agak kekanan ada lemari kayu jati tua butut yang sekarang memuat pakaiannya. Di sebelah kanan kasurnya ada meja belajarnya dengan komputer tua yang usang kesayangannya. Di dinding dekat pintu keluar menggantung cermin separuh badan yang juga sudah tua lungsuran dari kakaknya. Di pintu kamarnya tergantung beberapa pakaian, seperti jeansnya yang masih sekali dipakai, itu pun cuma dipakai kondangan dua hari yang lalu, dan juga tergantung pakaian seragam sekolah putih abu-abu yang telah disiapkannya semalam.
Setelah nyawanya yang masih melayang-layang telah terkumpul kembali di badannya yang mungil itu, Mea melangkahkan kakinya ke kamar mandi dengan handuk warna pink menggantung di lengannya. Namun naas, di kamar mandi sudah ada yang menempati (bukan! Bukan makhluk halus! Manusia kok!). Kakak keduanya yang telah stand by di kamar mandi sedang mandi sambil menyanyikan lagunya Afgan yang "Sadis" dengan suaranya yang pas-pasan bahkan lebih cenderung fals.
Ngapain ya nih kacrut pagi-pagi mandi? Kan biasanya dia kuliah siang! Pikir Mea
“Siapa?!” seru orang dalam kamar mandi saat Mea menggedor pintunya.
“gue! Crut, lo ngapain pagi-pagi mandi? Ada angin apa? Lo kerasukan atau kesambet, Crut?”
“ye.. gue ada kuliah pagi ini, nyet! Lo mau mandi?”
“Kagak! Gue mau berenang! Ya iyalah gue mau mandi! Buruan, Crut! Gue udah telat nih!”
“Ya elah! Mandi di bawah aja sih! Kan kamar mandi bukan cuma ini!”
“ogah! Males gue turun tangganya! Buruan!”
“iye, iye tunggu!”
-----
“Mea! Buruan! Pak Har udah jemput nih!” panggil mamanya dari lantai bawah.
“Iya bentar” kata Mea sambil memoleskan lip balm pada bibirnya yang tipis dengan terburu-buru.
Mea langsung kedubrak-kedubruk turun dari tangga. Di anak tangga terakhir ia langsung menyambar sepatu keds kesayangannya dari rak sepatu yang berada tepat di samping tangga. Dan sambil duduk ditangga, ia memakai sepatunya itu.
“Ma, Mea berangkat dulu ya?!” pamitnya dan mencium punggung tangan mamanya.
“hati-hati ya nak! Nanti kalau sudah mau pulang telepon ke rumah ya?”
“Iya, Ma” kata Mea sambil berusaha naik ke sepeda motornya Pak Har dengan susah payah karena roknya yang panjang.
Mea berangkat dengan semua atribut sekolahnya yang kebanyakan berwarna pink, mulai dari sepatu, kaos kaki, jepitan kupu-kupu di rambutnya yang sebahu dengan model shaggy panjang, dan tas selempangnya.
-----
Mea merupakan siswi berumur enam belas tahun biasa. An ordinary sixteen girl. Hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah lagi setelah liburan dua minggu kemarin. Mea bersekolah di sekolah negeri yang bisa dibilang favorit di daerahnya. Tahun ini Mea duduk dikelas XII. Tahun-tahun yang sulit karena tahunnya ujian-ujian. UAN lah, UAS lah, SPMB lah, pokoknya banyak banget deh!
Mea juga merupakan pengurus OSIS yang harusnya tahun ajaran ini lepas jabatan. Dia memegang peranan sebagai wakil sekretaris kedua. Hari ini dia harus memeberikan pembelajaran bagi murid baru yang masuk kesekolahnya atau yang biasa kita sebut sebagai MOS.
Mea merupakan gadis mungil yang belum menginjak umur tujuh belas tahun. Rambutnya hitam lurus sebahu. Kulitnya sawo matang. Bola matanya cokelat. Tingginya sekitar 170an. Yah, kalau segitu memang bukan dibilang mungil sih, tapi di antara kakak-kakaknya dia pendek. Kalau di sekolah dia terlihat normal-normal saja.
Kesukaannya dengan warna pink membuatnya jadi lebih manis. By the way about pink, sebenarnya kamarnya yang sekarang adalah lungsuran dari kakak-kakaknya. Bukan hanya kamar, tetapi juga beberapa barang-barangnya, seperti lemari pakaiannya, komputernya dan beberapa pakaiannya.
Kakaknya yang dulu memiliki kamar itu sangat menyukai warna biru, maka dari itu kamar yang di tempatinya sekarang dominan berwarna biru.
Mea merupakan bungsu dari tiga bersaudari. Kenapa dibilang bersaudari? Karena Orang tua Mea memiliki tiga putri yang manis-manis dan tak punya seorang pun putra. Kakaknya yang pertama bernama Mia, dia sudah menikah dan sudah pindah kerumahnya yang baru. Maka dari itu kamarnya dilungsurkan pada kakaknya yang kedua, yang bernama Mei. Dan kamar kak Mei dilungsurkan pula padanya.
Budaya lusur melungsur memang sudah turun temurun ada di keluarganya. Mamanya pernah bercerita, kala dulu sewaktu masih muda barang-barang mamanya pun lungsuran dari kakak-kakaknya. Mea pernah memprotes atas ketidakadilan ini. Dia ingin memiliki sesuatu barang yang berharga yang bukan lungsuran dari kakaknya. Namun ia hanya dimarahi oleh Kak Mei.
Diantara kedua kakaknya, memang yang hyperactive, yang paling bawel, yang paling nggak manis, dan yang paling sering rebut dengan Mea adalah Kak Mei. Beda umurnya dengan Mea adalah enam tahun. Dia sering sekali rebut dengan Mea. Kalau Mea putih, kak Mei pasti hitam. Kalau Mea bilang manis, kak Mei pasti bilang pahit. Semua pikiran mereka berdua sangat bertolak belakang. Namun dalam setiap keributan selalu Mea yang kalah karena perbedaan besar tubuh yang tidak seimbang. Kak Mei berbadan besar. Dia agak gendut sehingga membuat Mea takut. Setiap kalah, Mea yang punya sifat nggak mau kalah ini pasti membalas dendam, contohnya seperti menggunting foto pacar kakaknya itu, merusak koleksi kartu “Taz Mania” kakaknya, merusak buku kuliah kakaknya, bahkan Mea sempat berpikir untuk melakukan pembunuhan berencana untuk membunuh kakaknya itu karena kebanyakan nonton DVD detective conan.
Namun walaupun sampai begitu sebenarnya Mea dan Mei lah yang paling dekat hubungannya dibandingkan dengan kak Mia.
-----
Saat tiba di sekolah, benar saja dia telat. Ditengah lapangan berdiri beberapa orang dan dari kejauhan di lobby sekolah, Mea mencari-cari teman-temannya. Untung saja ini masih hari pertama masuk sekolah, jadinya dia masih diberi toleransi telat sekolah. Setelah itu buru-buru ia berlari menuju ruangan kesekretariatan OSIS dan segera memakai baju kebesaran OSISnya. Lalu ia dengan sigap langsung berlari menghampiri kerumunan orang dengan jas abu-abu yang berada di tengah lapangan.
“hhahh…hhhaahhhh…hhhhaaahhh….”.
“duh, Mey, jam ngaretnya jangan dipiara dong!” seru salah satu rekan OSISnya yang bernama Ita yang kebetulan menjabat sebagai wakil ketua OSIS kedua yang sudah stand by di lapangan yang terik. Beberapa anak OSIS sedang memberikan pengarahan pada murid-murid kelas satu yang baru masuk, dan beberapa OSIS yang lainnya hanya melihat-lihat, kali aja mereka dapat stok cewek atau cowok pilihan yang oke punya.
“Maaf. Tadi pagi gue rebutan kamar mandi dulu sama kakak gue! Jadinya gue telat deh!” seru Mea.
“Ya udah nggak apa-apa” katanya.
“OSIS! Harap berbaris sesuai urutan jabatan!” seru Aji, sang ketua OSIS pada anak buahnya. Murid-murid kelas XI dan XII lainnya telah masuk kekelas memulai pelajaran baru mereka.
Dengan sigap Mea mengambil tempat tepat di samping kiri Ani sebagai wakil sekretaris pertama dan di sebelah kanan Risti sebagai bendahara umum.
“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Selamat pagi semuanya” sapa Aji pada semuanya membuka sesi perkenalan MOS hari pertama.
“Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh” koor semua orang yang mendengar salam Aji tadi.
“Pagi ini adalah hari pertama kalian masuk SMA. Ingat, di SMA tidak sama dengan di SMP. Jangan bawa-bawa kebiasaan buruk kalian di SMP ke SMA. Kalian sudah bisa dibilang dewasa. Di masa SMA kalian harus bisa mandiri dan jangan manja. Apa lagi kalau kalian masuk ke SMA 357 ini, disini pembelajarannya sangat ketat. Yang masuk kesini adalah anak-anak pintar dari seantero Jakarta. Kalau kalian malas-malasan bisa-bisa tidak naik kelas” kata Aji memberi wejangan pada murid baru.
Semua hanya terdiam mendengarkan wejangan panjang lebar Aji. Beberapa murid baru yang perempuan tersenyum girang karena di sekolah yang baru ini mereka dapat bertemu dengan cowok yang merupakan kakak kelasnya nanti yang kerennya bukan main seperti Aji. Di hadapan mereka yang berjejer anggota-anggota OSIS yang lainnya pun merupakan anak-anak pilihan yang bisa dibilang good looking semua. Namun siapa sih yang masih naksir Aji setelah tahu sifat aslinya?
Banyak perempuan di sekolah ini yang naksir Aji. Mungkin itu juga yang membuatnya menang telak dalam pemilihan ketua OSIS tahun lalu. Pemilihan ketua OSIS di sekolah ini memakai sistem demokrasi. Setiap warga sekolah berhak memberikan suaranya secara langsung untuk calon ketua umum atau yang biasa juga disebut caketum yang dipilihnya. Namun perempuan-perempuan yang sudah mengenal Aji banyak yang jadi minder karena sifat Aji yang begitu perfeksionis dan disiplin. Namun dari banyaknya perempuan-perempuan yang dekat dengan Aji, hanya Mea lah yang masih suka padanya. Bahkan ia tambah jatuh cinta saat tahu sifat asli Aji yang perfeksionis ini. Baginya ia merupakan sosok yang ia idam-idamkan selama ini. Dewasa, perfeksionis, penyayang, dan baik. Walaupun bisa dibilang Aji itu orang yang ketus dan dingin, tapi dia adalah orang yang sangat baik. Salah satu wanita yang mendapatkan perlakuan baiknya itu adalah Mea. Entah kenapa Aji selalu baik dengan Mea. Mea pun jadi mengharapkan labih dari Aji.
“Baiklah sekian pidato pembukaan dari saya. Sekarang saya akan mulai memperkenalkan anggota-anggota OSIS yang ada di sekolah ini. Dan sebaiknya kalian mengingat-ingat informasi disini untuk mempermudah kalian untuk meminta tanda tangan kakak-kakak OSIS yang ada disini. Disini telah berdiri kakak-kakak OSIS kalian yang berdiri sesuai jabatannya. Dimulai dari saya selaku ketua umum, nama saya Aji. Untuk pemintaan tanda tangan kami ingin nama lengkap kami. Namun pada kesempatan kali ini kami hanya menyebutkan nama panggilan kami dan itu sudah menjadi tugas kalianlah untuk mencari tahu nama lengkap kami” katanya dingin.
“hallo semuanya. Kakak wakil ketua 1, panggil saja kak Dipta!”
“Hai, namaku Ita, wakil ketua 2”
“hei, nama kakak, kak Ama”
“Saya kak Ani”
Dan tiba saatnya Mea untuk memperkenalkan diri. Namun sempat hening sebentar.
“Mea! Jangan bengong!” seru Risti yang berada disamping Mea sambil menyikut rusuk Mea.
“Eh, ah, maaf aku bengong ya? Oh iya namaku Mea. Kalian boleh kok panggil Mea aja!”
Dan perkenalan pun berlanjut hingga keduapuluh lima anggota OSIS di sekolah ini memperkenalkan diri. Dan Aji pun mengambil alih aba-aba lagi.
“Baik, kalian sudah mengenal semua anggota OSIS disini. Saya harap diakhir MOS nanti kalian sudah dapat tanda tangan seluruh anggota OSIS, MPK, dan guru serta karyawan yang bekerja di sekolah ini. Seperti yang sudah kalian tahu kalian sudah dibagi perkelas. Masing-masing kelas memiliki 3 anggota OSIS sebagai penanggung jawab. Kalau ada yang ingin ditanyakan, kalian bisa menanyakannya pada PJ kelas kalian. Untuk kelas X-1 PJnya kak Ani, kak Hary, dan kak Lida. Untuk kelas X-2 PJnya kak Ama, kak Umam, dan kak Wati. Untuk X-3 PJnya kak Hadi, kak Mea, dan kak Risti. Untuk X-4 PJnya kak Andi, kak Rahman, dan kak Lita. Untuk X-5 PJnya kak Ita, kak Refi, dan kak Indri. Untuk X- 6 PJnya kak Irma, kak Dipta, dan kak Farhan. Untuk X-7 PJnya kak Faris, kak Tia dan kak Bella. Dan terakhir untuk X-8 PJnya kak Ovi, kak Dipta dan kak Diaz. Sekian. Sesudah saya bubarkan saya ingin kalian berkumpul sesuai kelasnya dan menunggu instruksi selanjutnya yang diberikan oleh PJ kalian. Sebelum saya bubarkan ada pertanyaan?” tanya Aji. Hening.
“Baiklah kalau tidak ada pertanyaan, untuk semuanya tanpa penghormatan umum bubar jalan!” seru Aji. Dan semua anak mulai membentuk sesuai kelompok kelasnya. Mea, Hadi dan Risti pun menyatu bersama menunggu barisan kelas X-3 dengan semua atributnya yang berwarna biru untuk rapi berbaris. Saat telah rapi, Hadi sebagai satu-satunya PJ yang laki-laki di kelas itu memulai berteriak-teriak memberi instruksi pada kelas X-3 untuk masuk ke kelas mereka karena akan ada penjelasan mengenai peraturan yang berlaku di sekolah ini yang akan disampaikan oleh Pak Riyadh selaku guru BP disekolah.
-----
“Abis ini acaranya apaan sih? Duh gue nggak nyangka ya ternyata ngeMOSin itu ngebosenin kayak gini!” seru Lita.
Saat ini anak kelas satu baru sedang diberikan penjelasan mengenai peraturan yang berlaku di sekolah baru mereka ini. Kelas X-3 dan kelas X-4 yang berdekatan membuat OSIS-OSIS penanggung jawab kelas tersebut berkumpul di lorong sekolah tepat di depan kelas X-3. Alasan yang mendasarinya adalah mereka –OSIS-OSIS itu– tidak diperkenankan untuk masuk ke kelas mereka dan mengikuti pelajaran yang sudah mulai berlangsung hari ini.
Kata Pak Mukhlis, Pembina OSIS di sekolah ini, anggota OSIS harus bertanggung jawab sepenuhnya pada saat MOS ini. Mereka diberikan keringanan untuk tidak mengikuti pelajaran selama tiga hari ini. Lita, Mea, Hadi, Risti, Andi, dan Rahman menunggu selesainya pengarahan dari guru dengan berkumpul dan mengobrol dengan suara kecil di lorong sekolah.
“aduh, Ta jangan gitu dong! Nanti kalau Pak Mukhlis dengar gimana? Nanti lo bisa kena omel! Kalau menurut jadwal sih abis ini kita yang ngisi buat sesi perkenalan sampai istirahat jam sepuluh nanti” kata Mea. Dan mereka pun mulai menjauhkan diri dari yang lain untuk mengobrol berdua saja. Memang diantara semua anggota OSIS, Mea agak akrab dengan Lita yang menjabat sebagai wakil bendahara kedua. Selain Lita, Mea juga cukup akrab dengan Ita, karena kesamaan kegemarannya dengan komik.
“Mey, gimana? Ada berondong yang oke nggak di kelas lo?”
“Hah? Kelas gue? Yang ada bukan berondong kali! Kan yang ada di kelas gue semuanya seumuran sama elo. Dan lagi pula lo kan udah kenal sama semua anak cowok yang ada di kelas gue!”
“aduh, Mey.. lo jangan lemot gitu deh! Maksud gue tuh di kelas X-3 yang lo PJ-in!”
“Hah?! Oh, belum tahu tuh! Kan belum pada kenalan!”
“Memang lo nggak bisa ngelihat apa? Nggak perlu tahu namanya dulu, yang jelas ada nggak?”
“Yee… kan gue nggak pake kacamata! Lo tahu sendirikan kalau gue nggak pake kacamata gue nggak bisa ngelihat sama sekali. Buta!”
“hffhhhh…. Dasar lo nggak bias diandelin kalau masalah cowok! Pantesan aja dari dulu cinta lo selalu bertepuk sebelah tangan sama Aji!” seru Lita dengan suaranya yang lantang.
“Sssttttt….. Lita! Lo bias nggak sih nggak ngomong kenceng-kenceng?! Lagian belum tentu gue bertepuk sebelah tangan! Gue kan belum nanya perasaan dia ke gue!” seru Mea sambil meletakkan telunjuknya di bibirnya.
“Mey, kapan lo mau ngomong sama Aji? Nanti keburu disamber orang duluan lho!”
“udah ah bawel lo! Di kelas lo sendiri ada berondong yang oke nggak?”
“Nggak. Semuanya muka anak ingusan! Males banget gue! Eh, udah selesai tuh! Yuk masuk! Oya, nanti gue main ke kelas lo ya?!” seru Lita dan langsung memisahkan diri dari Mea masuk ke kelas masing-masing, Mea ke kelas X-3 dan Lita ke kelas X-4. Mea hanya membalas dengan anggukan.
Saat di dalam kelas Mea langsung berjalan menuju ke meja guru dan hanya duduk disana, sedangkan Risti dan Hadi berdiri menyapa murid-murid baru.
“Halo, tadi udah kenalan kan sama kakak? Udah tahu belum yang guru barusan masuk tuh namanya siapa? Kan lumayan kalian bisa minta tanda tangannya nanti saat jam istirahat”
Dan semua anak berteriak koor menjawab semua pertanyaan basa-basi dari Hadi bak sekelompok anak TK. Mea hanya tersenyum-senyum sambil melihat berkeliling. Rencananya sih ingin lihat-lihat stok berondong, namun apa daya tangan tak sampai, ia tak bisa melihat dengan jelas wajah-wajah adik-adik kelasnya.
“Kalian udah tahu belum nama kelompok kelas ini?” tanya Mea.
“Udah!” koor seluruh kelas.
“Apa?” tanya Risti.
“Merkurius!!” koor seluruh kelas bersamaan.
“oh, bagus deh!” kata Mea dengan suara pelan. Saat Mea mendekati salah satu meja yang berisi cowok-cowok anak baru itu –Mea menemukan cara yang efektif untuk melihat semua wajah murid baru yaitu dengan mendekati mereka satu persatu– seorang anak baru memanggilnya.
“Maaf kak, aku boleh minta tanda tangan kakak nggak?” tanya seorang cowok anak baru dengan berani. Pandangan mata sangat tajam. Wajahnya agak-agak arab, tapi kulitnya putih bersih. Matanya punya tatapan yang tajam dengan tulang kening yang keras dan agak maju. Rambutnya agak botak karena memang untuk masuk sekolah ini mereka yang laki-laki diharuskan untuk botak, namun hal itu palingan hanya akan bertahan beberapa minggu. Contohnya semua anak laki-laki kelas XII dan XI di sekolah ini rambutnya tidak ada yang botak. Namun walaupun rambutnya botak terlihat kalau warna rambutnya cokelat tua. Bibirnya merah pink segar dan tipis.
Mea terkaget-kaget ia begitu berani meminta tanda tangannya. Saat ia perhatikan anak ini, ia menyadari kalau anak ini good looking banget, daripada semua anak cowok yang ada di kelas X-3. Insting iseng Mea pun menyala. Ia memang cukup iseng diantara semua teman-temannya.
“Mau minta tanda tangan kakak? Emang tahu nama panjang kakak?” tanyanya iseng.
“Nggak, kak!”
“Terus kenapa kamu kok bisa begitu pede untuk minta tanda tangan kakak?”
“Soalnya aku tahu kakak orang baik, jadi aku mau minta tanda tangan kakak, aura kakak kekeluargaan, nggak nyeremin kayak kakak-kakak OSIS yang lain”
“Hmm… boleh aja sih”
“Beneran kak?!” tanyanya exciting.
“Emang nama kamu siapa?”
“Muhammad Luqman ul Hakim. Tapi panggil aja Luqman!”
“Oke, Luqman, gini, kalau kamu mau kakak suruh nyanyi dan memperkenalkan diri di kelas ini dan kelas sebelah, kakak kasih tahu nama panjang kakak” kata Mea membuat janji.
“Bener ya kak?” tanya Luqman meyakinkan. Mea hanya mengangguk yakin. Dan Luqman pun berdiri dan mengikuti Mea ke depan kelas.
“Kak Hadi, ada yang mau kenalan dan nyanyi nih!” seru Mea.
“Oh, lobeh-lobeh, silahkan!” seru Hadi.
“Assalamualaikum warohmatullahi waarokatuh, teman-teman nama saya Muhammad Luqman ul Hakim, panggilannya Luqman. Saya dari SMP Kamelia Jakarta Timur, terima kasih”
“Yak, semuanya, Luqman mau nyanyi nih! Kamu tahu lagu goyang eta goyang kan yang tadi diperagaakan sama kak Hadi? Kakak mau kamu nyanyi itu dengan gayanya ya?”
“Yah, kak! Jangan yang itu dong! Yang lain aja ya?” tanyanya.
“ummm…. Nggak jadi deh kalau yang lain! Kakak maunya yang itu!”seru Mea.
“Ya udah deh!” serunya dan mulai bernyanyi.
“Goyang eta goyang-goyang. Goyang eta kanan kiri. Berhenti sebentar, sambil nyanyi eta goyang-goyang” katanya sambil memperagakan gerakkannnya –untuk gerakkannya silahkan bayangkan sendiri seperti apa goyangannya yang paling memalukan–
“Oke, makasih ya Luqman. Yuk kita ke kelas sebelah” kata Mea dan ia beranjak pergi ke kelas sebelah dengan Luqman di belakangnya.
Saat masuk ke kelas X-4 yang memiliki nama kelas Mars, Mea dengan lantang meneriakan nama Mars dan dibalas dengan jawaban yang sudah dirancang dengan memalukan oleh kakak-kakak OSISnya yang iseng-iseng.
“Mars, dari kelas sebelah ada yang mau kenalan dan nyanyi nih! Boleh nggak?” tanya Mea dan semuanya sama seperti kelas X-3 memberikan koor yang kompak.
“yuk silahkan buat Luqman” kata Mea dan mempersilahkannya mengulangi apa yang tadi telah dilakukkannya di kelasnya. Mea hanya senyum-senyum memandangi Luqman yang berbuat hal yang memalukan berkali-kali. Lita, teman Mea yang menjadi penanggung jawab di kelas itu senyum-senyum mendekati Mea untuk mengobrol.
“Stok bagus tuh Mey! Buat gue ya?!”
“Heh! Enak aja lo! Gue yang nemuin juga!”
“Lo kan udah punya Aji! Kan gue udah ngasihin Aji buat lo!”
“Udah buat berdua aja!” seru Mea mengambil jalan tengah. Selera Mea dan Lita soal cowok memang sama. Dulu sebenarnya yang pertama kali suka sama Aji adalah Lita, Mea hanya sebagai mak comblang karena Mea dekat dengan Aji, mereka sekelas dan tempat duduknya berdekatan serta sebagai sekretaris Mea sering menemani Aji. Namun karena keseringan bareng dan bertemu Mea jadi suka dengan Aji. Lita yang sudah bosan dengan Aji dengan seenaknya menyerahkan Aji pada Mea. Lita merupakan tipe cewek yang gampang jatuh cinta dan gampang melupakan, yang berbeda dengan Mea.
“Kak Mea, udah!” kata Luqman memanggil Mea.
“Oh, udah? Balik ke kelas yuk!” dan mereka kembali ke kelas.
Saat sampai di kelas X-3 bel istirahat berbunyi. Dan Luqman dengan sigap mengambil buku tanda tangannya dan menyodorkannya ke Mea sebelum ia pergi untuk istirahat.
“Kak, aku mau nagih janji kakak tadi!” serunya.
“Oh, ya udah. Nama kakak Shivery Mealexa, kelas XII IPA 1. Udah ya? Bye!” kata Mea dengan entengnya dan pergi tanpa tanda tangan di buku tanda tangan milik Luqman. Luqman hanya memandang Mea yang pergi dengan wajah melengos.
“Tunggu kak! Tanda tangan dulu dong!” panggil Luqman sambil berlari mengejar Mea yang sekarang sudah bergabung dengan Lita. Saat telah berhasil mengejar Mea dan mengimbangi jalannya, Luqman menyodorkan buku tanda tangan miliknya untuk ditandatangani oleh Mea. Namun Mea yang sekarang mulai dikerubuti anak-anak baru yang juga ingin minta tanda tangannya tidak melambatkan kecepatan jalannya dan mengacuhkan mereka semua.
Semua mengejarnya hingga mendekati kantin mereka semua pergi untuk meminta tanda tangan yang lainnya, kecuali Luqman yang masih mengejar Mea.
“Kak, ayo dong kak! Kan tadi kakak udah janji!”
“Tadi emang aku janji tanda tangan ya?” tanya Mea dengan ketus yang akhirnya berhenti dengan Lita yang disampingnya berdiri kegirangan karena bisa melihat dari dekat cowok berondong incarannya ini.
“Kan tadi kakak bilang kalau aku mau memperkenalkan diri dan menyanyi di kelas X-3 dan X-4 aku bakal dikasih tanda tangan!”
“Kan tadi aku Cuma bilang aku kasih nama panjang aku. Aku nggak bilang kalau aku bakalan menandatangani buku kamu ini”
“Ayo dong kak! Kakak tinggal tanda tangan aja nih!” katanya merayu sambil menyodorkan bukunya.
“Hmmm…. Kakak mau tanda tangan kalau kak Lita dan kak Aji udah tanda tangan deh!” katanya.
“yah.. oke deh! Kak Lita, minta tanda tangannya ya?” pintanya berpindah dari Mea ke Lita.
“Oh, oke-oke! Sini!” serunya dan ia menandatangani buku tanda tangan milik Luqman dengan senang hati. Mea yang melihatnya melengos tak percaya Lita akan memberikan tanda tangannya dengan semudah itu.
Huh! Pantesan aja si Lita ini mau tanda tangan! Yang minta aja cowok cakep sih! Jadi dia mau tanda tangan! Tapi tenang aja! Si Luqman ini nggak bakalan gampang dapet tanda tangannya Aji! Dia kan ketus banget! Pasti dia bakalan susah minta tanda tangan Aji!
“tuh kak! Kak Lita aja udah kasih tanda tangan! Ayo dong kak tanda tangan!” pintanya.
“Kamu belum dapet tanda tangan kak Aji kan? Ya udah aku belum mau tanda tangan kalau belum ada tanda tangannya kak Aji!” kata Mea dengan ketus dan meninggalkan Luqman yang lemas kecewa.
“kak Lita!” panggil Luqman nggak lama kemudian.
“Iya ada apa?” tanya Lita dengan sok manis.
“tahu kak Aji ada dimana nggak?!”
“Oh, biasanya kalau sekarang dia ada di ruang sekretariatan OSIS! Kamu kesana aja!” jawab Lita dengan lancar. Dan setelah meneriakkan terima kasih ke Lita, Luqman langsung pergi menuju ke ruang sekretariatan OSIS.
Saat Luqman telah menghilang dari pandangan Mea dan Lita mengambil tempat dekat dengan penjual minuman setelah mereka masing-masing memegang segelas es jeruk yang segar di tangan.
“Lo apa-apan sih, Ta? Gampang banget ngasih tahu info dimana Aji! Gampang banget ngasih tanda tangan buat Luqman!”
“Hehe… dia cakep sih jadi gue kasih aja!”
“Dasar lo nggak bisa lihat cowok cakep!”
-----
“oke, dengan ini MOS hari pertama selesai, kami harap kalian langsung pulang ke rumah ya? Jangan mampir-mampir!” kata Hadi menutup MOS di kelas X-3. Dan semuanya keluar kelas berhamburan. Anggota-anggota OSIS keluar dan berkumpul menuju ruang sekretariatan OSIS.
Di ruang sekretariatan OSIS, saat Mea melepas jasnya yang berwarna abu-abu itu, ia bertemu dengan Aji yang kebetulan baru masuk ke ruangan itu untuk memulai rapat eveluasi MOS hari pertama. Semua anggota OSIS telah duduk di kursi masing-masing sesuai jabatannya.
Mea tidak melapaskan pandangannya dari Aji yang sedang berbicara. Setiap perkataan Aji ia tangkap dan didengarkannya baik-baik. Ia benar-benar telah jatuh cinta pada Aji. Aji sangat keren. Kulitnya sawo matang dan rambutnya yang hitam diatur sedemikian rupa dengan gel rambut agar berdiri. Bola matanya cokelat, badannya six pack dan terlihat macho walaupun dalam balutan seragam sekolah.
“oke, sekian rapat evaluasi hari ini. Terima kasih atas kesediaan waktu teman-teman untuk menjadi panitia pelaksana MOS kali ini” kata Aji menutup rapat kali itu. Dan semua anggota OSIS berhamburan keluar. Mea yang sudah siap untuk pulang bergabung dengan Lita dan Ita yang sedang bersiap untuk pulang.
“Ita, gue boleh nebeng mobil lo nggak buat pulang?” tanya Mea.
“Mey, balik bareng yuk!” ajak Aji yang mendekati Mea sebelum Ita memberikan jawaban tebengan yang tadi ditanyakan Mea.
“Eh, tapi kan rumah kamu nggak searah sama aku, Ji”
“Nggak apa-apa. Aku anterin pulang ya?”
“Ehm, ya udah deh!” kata Mea sambil malu-malu dan pergi mengikuti Aji dari belakang. Lita dan Ita tersenyum iseng atas kejadian yang barusan terjadi.
Kalau kayak gini sih ketahuan banget kalau Aji juga ada hati sama Mea. Untung deh, Mey, kayaknya cinta lo kali ini nggak bertepuk sebelah tangan, pikir Lita dan Ita yang memang keduanya tahu kalau Mea menyukai Aji.
Mea dan Aji sampai di parkiran tempat Aji memarkir sepeda motornya. Mea hanya menunggu Aji mengeluarkan sepeda motornya.
"DOR!!"
“Astagfirullah! Aduh, Luqman. Ada apa sih kamu kok ngagetin kakak kayak gitu?! Nggak lucu tahu!”
“Hehe… maaf kak! Kakak ngapain disini? Nggak pulang?”
“Kamu sendiri ngapain disini?”
“hah? Kok malah balik nanya? Aku kesini lagi mau nyegat kak Aji. Dia janji kalau aku berpendirian kuat dan mau berusaha untuk dapatin tanda tangannya dia bakal kasih, jadi aku disini mau minta tanda tangannya dia!”
“Man, kamu kok terobsesi banget sih buat dapat tanda tangan! Memangnya apa untungnya coba!?” tanya Mea.
“Aku cuma pengen eksis sih! Hehehe… nggak ding! Habisan seru aja maintain tanda tangan! Buku tanda tanganku udah mulai penuh lho, kak! Yang belum tanda tangan tinggal kakak sama kak Aji aja yang anggota OSIS, semuanya ngasih tanda tangan dengan baiknya. Aku merasa ada kepuasan tersendiri aja kalau aku berhasil mendapatkan tanda tangan kakak-kakak OSIS yang susah, ada perasaan menantang!” katanya sambil menyodorkan buku tanda tangan miliknya. Memang setelah dilihat-lihat oleh Mea, hanya tinggal dirinya dan Aji lah yang belum menandatangani buku milik Luqman tersebut.
Gila nih anak! Psyco! Baru hari pertama aja udah hampir penuh tanda tanganya! Mungkin dia jual tampang kali! Jadi yang lainnya pada mau tanda tangan gara-gara mukanya cakep, sama kayak Lita tadi yang dengan mudah memberikan tanda tangannya.
“Mey, ayo naik!” panggil Aji menyadarkan Mea yang sedang melamun yang sekarang sudah duduk di sepeda motornya yang sedang berhenti tepat disamping Mea.
“Ah, eh, iya” sahut Mea dan ia naik ke boncengan dibelakang Aji.
“Lo ngapain masih disini?” tanya Aji pada Luqman.
“Halo kak Aji! Seperti janji kak Aji, aku mau minta tanda tangan kakak!” seru Luqman dengan riang.
“Ini udah waktunya pulang! Dan gue udah nggak pake jas OSIS yang menandakan gue nggak lagi bertugas jadi OSIS!”
“Aduh, ayo dong kak! Tinggal tanda tangan aja! Disini nih!” pintanya sambil menunjukkan kolom yang masih kosong. Disamping kolom itu sudah tertulis nama lengkap Aji beserta kelasnya.
“Minggir! Sekali nggak tetap nggak!”
“Oh, gitu, kayaknya kak Mea belum tahu nih tentang kak Risa, apa perlu aku kasih tahu ya?” kata Luqman dengan nada mengancam pada Aji.
“Ah, eh, ya udah sini aku tanda tanganin!” kata Aji gelagapan dan menarik buku tanda tangan Luqman beserta pulpennya. Setelah selesai menandatangani, Aji menyerahkan buku tanda tangan Luqman beserta pulpennya dengan kasar.
“Nih! Awas lo!” seru Aji dan langsung tancap gas pergi meninggalkan Luqman yang tersenyum kegirangan.
-----
Malam harinya Mea masih belum tertidur, padahal waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia hanya tidur-tiduran di kamarnya sambil memikirkan kata-kata yang tadi diucapkan Luqman mengenai Risa. Biasanya kalau jam segini dia belum tidur, Mea masih mengerjakan tugas, namun hari ini dia belum masuk ke kelasnya, jadi dia belum tahu ada tugas apa yang diberikan gurunya. Lagipula selama tiga hari ini dia masih diberi kelonggaran untuk tidak masuk kelas. Jadi dia tidak mengkhawatirkan pelajaran di kelasnya.
Duh, gue jadi kepikiran sama yang tadi dibilangin sama Luqman. Risa itu siapa ya? Kok Aji gelagapan gitu ya? Emang ada hubungan apa ya antara Aji, Risa, dan Luqman. Duh, siapa sih Risa? Apa gue sms Aji aja ya? Tanya langsung siapa Risa itu. Tapi tadi pas Aji nurunin gue di depan rumah dia sih udah ngomong buat melupakan apa yang tadi diucapkan Luqman. Udah ah, gue sms aja!
Ji,kmu udah sampe rumah blm?
Aji membalasnya semenit kemudian
Udh dr tadi
Mea membalas lagi
Ji,aq blh tanya?
Aji membalas
apa?
Mea membalas
Aq msh kpikiran tntng Risa
Nggak lama kemudian ringtone sms masuk di HP Mea berbunyi
Udh lupain aja!
Setelah membacanya Mea membalas
Wlwpn kmu blng lupain aja aq msh tetep kepikiran.Mendingan aq tw lngsng dr kmu kn drpda aq tw dr Luqman?Nti dy ngomong yg mcm2 lg..
Balasan sms dari Aji baru berbunyi setelah lima belas menit lebih Mea menunggu balasan dari Aji dengan pengharapan yang berlebih
Ok,bsk ku ksh tw
Mea agak kecewa membaca sms dari Aji, dia kira akan mendapatkan penjelasan mengenai Risa malam ini. Tapi nggak apa-apa deh! Yang penting besok Aji pengen cerita sama gue! Ada satu lagi rahasia Aji yang gue tahu! Pikirnya. Dan Mea membalas
Bnr ya?
Untuk balasan yang kali ini Aji membalas dengan cepat
mendingan kmu tidur,udh mlm
Agak kecewa juga Mea membaca sms balasan dari Aji ini
Oke deh klo gt.Met mlm
Di balasnya dengan pasrah
Sweet dream,princess of my heart
Untuk balasan terakhir dari Aji ini membuat Mea tersenyum kegirangan karena Aji memanggilnya princess! Apakah benar Aji juga ada hati sama Mea seperti yang di duga oleh semua teman dekat Mea?
-----
My Almond Butter Business | 100% Homemade
5 minggu yang lalu