Halaman

Senin, 06 April 2009

Pengaruh Buruk Televisi pada Remaja

Hmm... ini adalah tulisan yang gue buat waktu gue kelas... kelas berapa ya gue buat? Ah, gue lupa, intinya gue buat pas gue masih SMP. File ini gue temuin pas gue lagi mau ngerapiin file-file gue, nggak tahu masih up to date atau nggak, tapi ini adalah topik yang lagi hot-hotnya waktu dulu. I hope it's gonna be a good article for ya!


Siapa sih yang nggak kenal dengan TV? Pasti sudah akrab sekali dengan kotak yang ajaib ini kan? Pada bahasan kali ini tidak hanya penting untuk para remaja, tapi juga penting untuk para guru dan orang tua.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kamus bahasa indonesia yang sama dengan yang gue pakai sebagai referensi pada artikel iri, dengki dan sombong), yang dimaksud dengan televisi atau yang biasa kita sebut TV adalah penerima siaran berupa gambar dan suara sekaligus. Televisi merupakan alat yang memerlukan energi listrik yang mengeluarkan berupa audio dan visual yang paling akrab dengan masyarakat Indonesia dan paling digemari daripada sumber informasi yang lainnya. Televisi dapat memberikan kita berbagai informasi terbaru dan hiburan dari seluruh penjuru dunia. Televisi pada zaman sekarang tidak seperti televisi zaman dahulu yang hanya dimiliki oleh kalangan-kalangan elit. Pada zaman sekarang tua atau muda, kaya atau miskin rata-rata sudah memiliki sebuah televisi di rumahnya, bahkan tak jarang hampir di setiap ruangan akan ada televisi.

Sejarah televisi di Indonesia yang belumlah terlalu panjang. Televisi pertama kali mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1962 tepat pada saat pembukaan Asian Games (pesta olah raga negara-negara di Asia) yang keempat di DKI Jakarta yang dibuka oleh Presiden pertama kita, Ir. Soekarno. Kemudian pada tahun 1976, daya jangkau siaran televisi Indonesia diperluas sampai hampir di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mendapat siaran televisi setelah Satelit Palapa (satelit yang dibeli Indonesia dari luar negeri) diresmikan pemakaiannya oleh Presiden Soeharto.

Perkembangan televisi memasuki tahap sangat "menghawatirkan" ketika pada tahun 1991, RCTI (salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia), mencabut keharusan pemakaian decoder bagi masyarakat yang mengaksesnya. Setelah itu tanpa terbendung lagi, banyak dan secara berturut-turut berdirilah stasiun-stasiun televisi swasta lainnya. Hingga sekarang di luar Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang milik negara, di Indonesia beroperasi lebih dari 10 stasiun televisi swasta (jika dibandingkan dengan Australia yang hanya lima stasiun televisi swasta dan Singapura yang memiliki enam stasiun televisi swasta, Indonesialah yang paling banyak memiliki stasiun televisi swasta), itu pun belum dihitung dari televisi kabel, antena parabola, dan stasiun-stasiun televisi di daerah-daerah. Tidak heran kalau kemudian televisi menjadi makanan sehari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dari penelitian yang penulis lakukan, rata-rata remaja menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4 hingga 5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7 sampai 8 jam. Jika rata-rata 4 jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam atau 18.000 jam sampai seorang anak lulus SMA. Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SMA hanya 13.000 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur (Pikiran Rakyat, 29 April 2004). Padahal waktu yang boleh digunakan untuk menonton televisi hanya 7 jam per minggu atau 1 jam per hari. Jika sudah melebihi dari 1 jam per hari, akan berakibat pera remaja menjadi lelah mentalnya yang dapat membuat malas untuk belajar. Jika sudah malas, maka derajat bangsa Indonesia pun tidak akan naik di mata Internasional. 1 jam per hari itu pun dengan persyaratan harus menonton program-program yang memuat pelajaran dan informasi seperti berita dan film dokomenter (film-film seperti national geographic.

Di balik semua manfaat-manfaat televisi yang sangat kita perlukan, televisi memiliki banyak sekali kerugiannya bagi kita. Program-program yang ada di dalam stasiun televisi yang sekarang, banyak menampilkan adegan kekerasan (sadisme), percintaan remaja, pergaulan bebas/free sex, matrealisme (ajaran yang mengajarkan bahwa di dunia ini yang terpenting adalah kebendaan), hedonisme (pandangan hidup yang beranggapan kesenangan dan kenikmatan hidup adalah tujuan utama dari hidup), pemerkosaan, dan pembunuhan yang dapat membahayakan moral para penerus bangsa Indonesia. Malahan, sekarang hal-hal yang seperti itu sudah menjadi hal yang normal di masyarakat sekitar. Masyarakat Indonesia sudah tidak aneh lagi melihat kemaksiatan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Pergaulan bebas/free sex, tawuran, penodongan, dan pemakaian baju yang “you can see” yang bisa mengundang nafsu birahi para lelaki yang saat ini banyak terjadi di kalangan remaja merupakan fakta dari pengaruh buruk televisi yang tidak dapat dibantah lagi. Mungkin jika seorang anak menonton adegan kekerasan, dia tidak akan mengikutinya saat ini, tapi lambat laun akan si anak akan mempraktekannya dan karakternya akan menjadi keras. Kita bisa ambil contoh pengaruh buruk televisi dari harian Republika edisi 12 Juni 2005 yang pernah memuat seorang remaja yang bernama Maliki yang meniru sebuah adegan bunuh diri dalam film India yang mengakibatkan dirinya tewas gantung diri. Selain itu, berdasarkan pengalaman penulis, bahwa sebut saja si A yang sering menonton program “smack down” yang mempraktikkan jurus-jurus smack downnya pada salah satu temannya.

Melihat berdasarkan pengaruh-pengaruh negatif yang tadi sudah disebutkan, televisi dapat dikatakan menjadi alat penghancur moral bangsa Indonesia agar semakin terpuruk oleh orang-orang yang tidak ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maju. Selain itu, televisi juga dapat mengakibatkan hilangnya budaya bangsa Indonesia. Contoh nyata adalah banyak orang yang lebih memilih menonton televisi daripada menonton wayang yang mengakibatkan banyak dalang (orang yang menjalankan para tokoh pewayangan) yang tidak menjalani dunia pewayangan lagi karena tidak laku.

Banyak remaja yang dengan sengaja menunda ibadahnya hanya demi televisi, banyak remaja lebih memilih menghapal lagu yang ditayangkan di televisi daripada pelajaran atau Al-Qur’an, dan banyak remaja yang berani melawan orang tuanya karena meniru adegan yang mengandung kekerasan. Hal-hal mengenai pahlawan super yang dapat menyelesaikan masalah dalam waktu yang singkat malah akan membuat kita berangan-angan yang akhirnya tidak mau berusaha untuk lebih maju. Penelitian yang dilakukan Yale Family Television menyebutkan anak-anak yang menyaksikan program fantasi kekerasan cenderung kurang kooperatif, kurang baik dalam bergaul, kurang gembira, kurang imajinatif, serta angka IQ-nya rendah. Pecandu televisi juga pada umumnya sering gelisah dan memperlihatkan beberapa masalah di sekolah

Tayangan tentang infotaiment (informasi tentang dunia hiburan) pun harusnya tidak boleh ditayangkan karena kita telah membicarakan keburukan-keburukan entertainer (orang yang menghibur) dan juga itu membuat si entertainer menjadi riya (beribadah karena ingin dipuji orang) bukan karena tulus ikhlas. Hal itu jelas sekali ditentang oleh agama. Melihat pengaruh buruk televisi seperti diatas, wajar jika televisi disebut “berhala” bahkan sudah menjadi “agama baru” di Indonesia. Dilihat dari kesehatan, kebanyakan menonton televisi pun, mata akan menjadi cepat lelah yang jika tidak diberi pasokan vitamin A yang cukup, akan merusak mata.

Televisi memang tidak bisa kita bilang haram dan dosa jika menonton programnya, karena dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat bergantung pada televisi untuk mengtahui perkembangan berita terbaru dari seluruh pelosok dunia. Tapi, kita masih bisa untuk tidak terlalu bergantung dari televisi dengan beberapa cara. Pertama, mengurangi waktu untuk menonton televisi, usahakan setiap hari hanya 1 jam menonton televisi. Bisa dibantu dengan mengikuti organisasi-organisasi yang baik, ekstrakulikuler, atau kursus. Kedua, meningkatkan iman dan takwa, jika kita sudah tahu nilai-nilai agama, maka kita tidak akan berani untuk menonton program-program yang tidak layak untuk ditonton. Ketiga, lebih memilih mengetahui berita dari surat kabar, kita harus berpikiran positif tidak selamanya membaca surat kabar tidak menguntungkan. Kita bisa lihat contoh nyatanya pada seorang tukang loper/penjual koran yang berhasil mendapatkan uang sebesar Rp 500.000.000,00 dari kuis “who want to be a milloner” karena dia rajin membaca koran. Keempat, selektif dalam memilih acara yang ditonton, kalau memang sudah tahu acara tersebut tidak layak ditonton, jangan malah terus menontonnya. Gantilah dengan acara yang tidak mengadung kekerasan dan membantu kita untuk belajar. Kelima, peran serta dari orang tua dan guru yang membantu.

Peran serta orang tua juga sangat besar untuk mengurangi pengaruh buruk televisi pada remaja. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan para orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya dalam menonton program televisi yang pantas untuk ditonton. Pertama, proaktif bertanya seperti apa program kesukaan dari anaknya sebagai cara untuk mengidentifikasi acara-acara favorit anak itu layak untuk ditonton atau tidak. Kedua, proaktif melihat. Orangtua tak cukup hanya mengetahui acara favoritnya dari pengakuan si anak bisa saja si anak bohong. Ketiga, membuat kesepakatan. Dibuat kesepakatan antara orang tua dengan anak tentang apa saja acara yang layak dan tidak layak ditonton, kapan waktu boleh menonton televisi, waktu belajar, waktu tidur, waktu ibadah, mandi dan sebagainya. Orang tuanya pun harus diberi kesepakatan agar tidak menyalakan televisi saat si anak sedang belajar. Kelima, mendampingi menonton. Usahakan untuk dapat selalu menemani anak menonton program televisi yang disukainya agar bisa langsung memberi saran agar tidak mencontohnya atau bisa langsung mengganti saluran televisi jika acara tersebut sudah mulai mendekati dengan kekerasan. Keenam, mencari alternatif lain. Untuk mengehentikan anak menonton televisi, tidak ada salahnya jika orang tua memberikan tontonan atau bacaan alternatif seperti DVD atau komik yang mendidik.

Sedangkan untuk peran serta dari sekolah atau guru, selain kegiatan ekstrakulikuler, guru atau sekolah sebaiknya mulai memprogramkan untuk mengajak anak-anak berkunjung ke salah satu stasiun televisi atau ke lokasi syuting tertentu agar mereka tahu bagaimana cara pembuatan film dan tahu bahwa semua itu adalah sebuah rekayasa belaka. Sampai saat ini, stasiun televisi yang sudah mengadakan acara kunjungan bagaimana membuat film hanyalah stasiun televisi swasta “Lativi”. Dan jika ada murid yang bertanya kepada tentang hal-hal seperti narkoba atau free sex, harus di jawab dengan sejelas-jelasnya. Karena umur-umur remaja adalah umur di mana rasa keingintahuan tentang segalanya meningkat.

Mudah-mudahan pemerintah negara Indonesia tidak dengan mudahnya melulussensorkan film-film yang mengandung kemaksiatan dari dalam maupun luar negeri. Seharusnya opini dari Ustd. Jeffri Albukhori di dalam salah satu ceramahnya di dalam salah satu tabligh akbar yang dihadiri penulis, untuk selektif mengangkat seseorang menjadi salah satu anggota badan lulus sensor.

Sekarang saatnya pandangan tentang televisi harus diubah. Tidak akan ada gunanya bagi kita, jika terus-menerus mengutuk dan menghujat televisi sebagai biang kerusakan moral dan kepribadian remaja. Kini saatnya memanfaatkan pengaruh positif televisi sebagai medium pembelajaran dengan maksimal.

Di sisi lain, televisi selamanya akan tetap ada dan akan terus mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosi dan jiwa anak. Sebagai konsumen, orangtua, anak, atau guru harus melek media (orangtua, anak atau guru harus cakap mengoperasikan media, cakap membaca simbol-simbol di belakang makna tayangan, cakap mencari, memilih dan memilah media, serta kalau bisa cakap memproduksi tayangan atau program televisi) agar tidak salah memilih program yang terbaik. Pada dasarnya pengelola stasiun televisi juga akan rugi sendiri bila tayangannya tidak ditonton pemirsanya.

Nah, sekarang sudah tahu kan pengaruh buruk televisi pada remaja seperti kita? Mulai sekarang kalau bisa, terapkanlah tips-tips yang tadi di sebutkan. Walaupun sudah terlambat, tapi bisa dimulai dari sekarangkan? Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan? Jadilah penerus bangsa yang berpendidikan dan beriman tebal agar bangsa Indonesia bisa menjadi lebih baik dari sekarang.



Oke, itu semua yang gue tulis dengan beberapa editan, semoga bermanfaat!

1 komentar:

 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com